Mengenal
Murid Dalam Belajar
Alimuddin
( 1131040040 )
Penjas
Kesrek 2013
Pendahuluan
Kedewasaan adalah tujuan yang diharapkan oleh
para pendidik bagi anak didik mereka. Beragam kriteria kedewasaan yang diramu
dalam berbagai sasaran pendidikan secara terus menerus dianalisis dan
diujicobakan dalam rangka tercapainya kedewasaan dengan cara yang lebih mudah
bagi para siswa.
Meskipun konsep yang menyediakan berbagai
rencana proses pendewasaan tersebut belum tentu dapat dipahami secara benar dan
komprehensif oleh para pendidik yang disebabkan adanya berbagai hambatan yang
dimiliki dan dihadapi oleh setiap pendidik serta lembaga yang mengadakan proses
pendewasaan ini, namun semangat tinggi dari semua pendidik dalam mendewasakan
peserta didik merupakan modal yang sangat besar bagi pencapaian proses ini.
Di kelas usia dini seperti Taman Kanak-kanak
dan Sekolah Dasar, Kegiatan Belajar mengajar di kelas dengan jumlah waktu yang
ditentukan merupakan kawah penggodokan anak-anak menuju kedewasaan. Pada saat
inilah para guru hendaknya mempersiapkan diri secara benar dan well-prepared
dalam melaksanakan pengajaran. Terkadang, karena berbagai faktor hambatan, para
guru terjebak pada situasi tanpa arah, monoton, tidak membuahkan hasil yang
memuaskan. Sehingga pada suatu hari ada seorang ayah bertanya pada anaknya
sepulang sekolah, “Nak, tadi belajar apa di sekolah?”. Kemudian anaknya
menjawab sambil menggaruk-garuk kepala, “Gak tahu Yah, pak gurunya marah-marah,
abis gitu pak gurunya trus pergi…”. Ayahnya menatap penuh tanda tanya pada sang
anak yang akhirnya pergi tanpa solusi.
Ketika suatu rencana pengajaran dipersiapkan
dan digelar pada sebuah pengajaran di kelas, situasi pemindahan pengetahuan
terjadi dari guru kepada para siswa. Pada prosesnya semua anak akan mengalami
transfer pengetahuan dengan kemampuan dan tingkat pencapaian yang bervariasi.
Dari hasil pencapaian inilah setiap guru mulai dihadapkan pada kondisi dimana
ia sudah atau belum mengenal para siswa dengan sebenarnya. Dengan bervariasinya
nilai yang diperoleh para siswa, apa yang harus guru-guru lakukan?. Apakah ia
akan melewatinya begitu saja, bahkan tanpa ekspresi?.
Suatu hari penulis menyimak dengan begitu
khusuknya pernyataan seorang ibu ahli pendidikan yang mengatakan dalam sebuah
seminar bahwa, mendidik dan mengajar dengan niat (motivasi) dan cara-cara yang
benar bagi seorang guru merupakan ladang amal yang nilainya tidak akan
putus-putusnya (amal jariyah) bahkan hingga akhir hayat. Tetapi sebaliknya jika
proses mendidik dan mengajar ini dilaksanakan dengan niat (motivasi) serta
cara-cara yang tidak benar; misalnya tidak meratanya pemahaman siswa tentang
ilmu yang diajarkan, tidak tuntasnya pengetahuan, atau cenderung asal-asalan,
maka bagi seorang guru akan bernilai dosa yang tidak putus-putusnya (dosa
jariyah), bahkan hingga akhir hayatnya. Betapa luar biasanya pekerjaan ini.
Kembali kepada persoalan mengenal para siswa
tentunya akan melibatkan berbagai macam kemampuan dan kegiatan yang harus
dilakukan oleh para guru baik internal, yang meliputi; tingkat kemampua siswa,
kebiasaan siswa, kebutuhan siswa, hobby, teman yang disukai , keterampilan yang
dimiliki, emosi dan lain-lain), serta faktor eksternal , yang meliputi; keadaan
orang tua, tingkat ekonomi, keterlibatan orang tua, perhatian, komunikasi and
lain-lain), yang sebaiknya dirancang sejak pertama kali mengenal siswa
dihadapannya, kemudian dilakukan tindakan lanjutan yang dituangkan dalam sebuah
buku laporan yang memuat berbagai prilaku siswa dari mulai pengamatan kegiatan
harian, hingga hasil-hasil nilai akademik seperti ulangan harian, ulangan
tengah semester dan seterusnya.
Dengan kelengkapan daftar pengamatan tersebut
diharapkan para guru akan mendapatkan kemudahan dalam proses pengenalan para
siswanya dengan segala apa adanya, termasuk berbagai kemampuan dan apa yang
harus diberikan kepada mereka sebagai bantuan dalam menajalani proses
perjalanan menuju kedewasaan mereka.
Ada Apa Dengan KBK dan KTSP
Munculnya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
dan kemudian disusul dengan hadirnya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP), terlepas dari adanya segala kekurangan, menurut pendapat penulis ini
merupakan satu langkah maju meskipun disisi lain Ujian Akhir Nasioanl (UAN) seperti
mata rantai yang terputus. Mengapa demikian, didalam kedua kurikulum tersebut,
orientasi pendidikan dan pengajaran ditekankan pada tercapainya kompetensi dari
setiap sasaran pengajaran yang disesuaikan dengan kemampuan siswa. Tentunya,
dalam prosesnya pun semua bentuk kegiatan dan alat ukur kemampuannya harus
disesuaikan dengan kemampuan siswa, hingga nanti muncul remedial/pembelajaran
ulang (bagi siswa yang memiliki hambatan) dan enrichment/pengayaan materi (bagi
siswa yang mengalami percepatan dalam belajar).
Beberapa tahun silam, penulis pernah
mempelajari prinsip belajar tuntas yang bila dihubungkan dengan konsep KTSP,
terdapat kaitan yang erat, yakni pada pelaksanaan kegiatan pembelajaran dan
pengukuran tingkat pencapaiannya, dimana bila ada beberapa siswa yang mengalami
hambatan dalam pencapaian nilai tidak dinyatakan gagal melainkan akan diberikan
bimbingan dengan cara dan tingkat kesulitan yang sesuai dengan kemampuan mereka
dalam waktu yang ditentukan. Inilah yang disebut sebagai remedial. Sedangkan
bagi yang berhasil dan yang mengalami percepatan akan diberikan pelajaran
lanjutan dan tambahan. Inilah yang disebut dengan Enrichment.
Bila guru yang benar-benar mengenali siswanya
tentunya ia akan melakukan kegiatan semacam ini. Bagi siswa sendiri, kegiatan
yang disajikan ini akan menjadi motivasi yang sangat besar bagi mereka. Mereka
akan merasa sangat diterima oleh lingkungannya. Tidak ada label pecundang bagi
mereka yang mengalami kegagalan dalam pencapaian nilai satu mata pelajaran atau
satu kemampuan tertentu.
Kurikulum terkini pun mengamanatkan kepada
setiap guru untuk mengakomodasi setiap kemampuan yang dimiliki atau muncul pada
siswa setelah mengalami penggalian dalam belajar, dengan memberikan berbagai
fasilitas yang mempermudah mereka dalam mencapai kemandirian, stabilitas emosi,
sosial dan perasaan utuh sebagai manusia yang memiliki kemampuan.
Sayangnya, adanya UAN (Ujian Akhir Nasioanl)
yang dilaksanakan pada akhir kegiatan pembelajaran di kelas akhir menjadikan
sebuah kapak pemutus satu rangkaian utuh dalam lingkaran perjalanan pendidikan
para siswa. Bagi siswa-siswa yang mengalami kesulitan dan sangat kesulitan
dalam penguasaan mata pelajaran yang disajikan dalam UAN, peristiwa ini akan
menjadi sebuah horor yang menakutkan sepanjang sejarah hidupnya. Label
Pecundang akan muncul kembali dalam benak mereka, Ya Allah, Ya Tuhan, mengapa
aku terlahir dengan kemampuan yang tidak terpakai?, tidak ada pengakuan?, Bukan
termasuk lambang kecerdasan?. Apakah standar orang cerdas harus lulus mata pelajaran
yang di-UAN-kan?. Lalu apakah kemampuan di luar mata pelajaran itu adalah
sekumpulan manusia terkutuk yang tidak cerdas?. Lalu mengapa ada Intelgensi dan
Emosi?. Mengapa ada akal dan hati?. Dan ternyata, untuk memperjuangkan label
manusia cerdas, banyak para guru yang terjerembab kedalam jurang nista dengan
menukar kasih sayang yang salah, mereka menipu, berbohong, dengan dalih
perjuangan agar semua siswa tersayang mendapat label siswa cerdas melalui lulus
UAN. Mengerikan sekali.
Walaupun demikian, semoga ini merupakan
pembelajaran bagi kita semua dalam proses mengenali siswa-siswa kita agar
mereka dapat berhasil dengan kemampuan yang hakiki, terbina dan bukan
diperjuangkan dengan penipuan dan kebohongan.
Indikator Guru yang “Mengenali” Siswanya
Seorang guru yang dinyatakan mengenal
siswanya adalah apabila:
Memiliki alasan yang rasional dan produktif
mengapa ia mendidik.
Memiliki kemampuan dalam bidangnya
memiliki dan memahami serta melaksanakan
perencanaan pengajaran, program pengamatan, Program Komunikasi dengan orang
tua, alat-alat pembelajaran dan penilaian, laporan perkembangan belajar siswa
beserta analisisnya, dan lain-lain.
Mau dan Mampu berkomunikasi dengan baik
dengan semua elemen yang mendukung proses perkembangan siswa baik fisik maupun
mental
Mau dan Mampu bekerjasama dengan Orang tua
siswa
Bersedia dan mampu menjadi tempat mengeluh
semua siswanya serta aktif memberikan dan mencarikan solusi yang terbaik bagi
mereka.
Mau dan Mampu mengakomodasi setiap siswanya
dengan beragam kemampuan yang mereka miliki.
Indikator Siswa Yang “Dikenali” Gurunya
Merasa nyaman dan semangat tinggi belajar
bersama gurunya.
Merasa yakin akan kemampuan gurunya dengan
dibuktikan adanya peningkatan kemampuan yang nyata dan berkelanjutan.
Terbimbing dan mendapat fasilitas yang
beragam serta merasa begitu dekat dengan guru dan orang tuannya.
Merasa diterima semua orang dan lingkungannya
dengan keadaan lahir dan bathin yang dimiliki.
Merasa nyaman setiap saat dan dimanapun
mereka berada, terutama di sekolah dan di rumah
Terbuka, komunikatif dan selalu optimis dalam
menjalani hidup, dalam belajar, bergaul karena merasa ada jaminan dan dorongan
dari orang tua dan gurunya.
Tahapan “Mengenali” Siswa
Dalam proses mengenali siswa, beberapa hal
yang harus dimilki dan dipersiapkan guru adalah:
Perhatikan, pahami dan laksanakan indikator
diatas, lebih kreatif lagi bila ditambahkan.
Optimalkan sinergi akal dan hati sehingga
menjadi sebuah rencana hidup apa arti pendidikan dan pengajaran, tujuannya,
sasarannya, manfaatnya, cara-caranya, bagaimana mengukurnya, analisis serta
laporan hasil dari upaya-upaya yang telah dilakukan.
Persiapkan berbagai rencana yang tertulis
dalam bentuk format-format; pengamatan, berbagai kegiatan komunikasi, berita
kasus dan lain-lain sehingga setiap peristiwa yang dialami siswa akan tersimpan
dalam data yang akurat, waktu, peristiwa dan penyelesaiannya.
Selalu berhubungan dengan ahli yang mengerti
tentang manusia dan segala fenomenanya, baik melalui personal maupun
kelembagaan, dengan tujuan mengoptimalkan pencarian solusi dari setiap gejala
yang timbul dalam diri anak.
Selalu terbuka dengan siswa, peduli dari
setiap sifat, sikap, karakteristik, dan segala masalah mengenai mereka. Lakukan
dengan penuh simpatik dan empatik, kasih sayang, keikhlasan, antusias, ,
dukungan , penghargaan, pemeliharaan dan lain-lain.
Evaluasi
Satu kegiatan dapat dinayatakan berhasil atau
tidak harus dibuktikan dengan pengukuran (Evaluasi). Begitupula dalam proses
mengenali siswa, tercapai tidaknya upaya guru dalam mengenali siswa yaitu
dengan pengukuran yang tentunya dengan menggunakan alat ukur. Alat ukur ini
akan berbeda untuk setiap bidang/norma/kegiatan yang akan diukur. Juga bentuk
dan alat ukur untuk setiap siswa akan berbeda disesuaikan dengan tingkat serta
jenis kemampuan yang dimiliki siswa.
Kebutuhan pengukuran dan alat ukur ini
menguras energi yang luar biasa bagi para guru karena ia harus mempersiapkan
berbagai jenis alat ukur dan pelaksanaannya. Misalnya, bagi siswa yang
mengalami hambatan dalam mata pelajaran Matematika akan diberikan pengukuruan
dengan alat ukur yang tingkat kesuiltannya lebih mudah dibanding yang mampu,
meskipun pokok bahasan sama. Selain itu, siswa yang mengalami kelemahan dalam
bersosialisasi akan diberikan evaluasi yang sesuai dengan pencapaian
kemampuannya. Misalnya, dibiasakan tersenyum, menatap, berterima kasih dan
lain-lain. Sedangkan bagi siswa yang cepat dalam bersosialisasi dievaluasi
dengan cara bagaimana ia mampu mengkoordinasikan sumbangan bencana alam di
kelasnya. Sehingga semua siswa akan mendapatkan peran yang seimbang dengan apa
yang mereka mampu dan miliki.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar